Shrinkage: Jenis, Penyebab, Rumus dan Teknologinya
Shrinkage sering muncul dalam diskusi manajemen inventaris ketika bisnis mulai menyadari adanya selisih antara catatan persediaan dan jumlah fisik yang ditemukan di lapangan. Istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan fenomena yang dapat mempengaruhi efisiensi operasional, akurasi pencatatan, hingga kesehatan rantai pasok secara keseluruhan. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini juga dianggap relevan karena mampu membuka pemahaman tentang bagaimana sebuah perusahaan mengelola kontrol internal dan menjaga nilai asetnya.
Apa itu Shrinkage?
Shrinkage adalah kondisi ketika jumlah stok yang tercatat dalam sistem berbeda dengan jumlah fisik yang ditemukan saat dilakukan pengecekan atau audit inventaris. Selisih ini bisa berupa kekurangan barang, dan biasanya muncul karena faktor seperti kesalahan pencatatan, kerusakan, kehilangan, atau pencurian. Dalam manajemen inventaris, shrinkage menjadi indikator penting untuk melihat seberapa akurat proses pengendalian stok dan seberapa efektif sistem operasional berjalan.
Jenis-Jenis Shrinkage
Setiap jenis memiliki karakteristik yang dapat memengaruhi bagaimana sebuah bisnis menilai, mengidentifikasi, dan mengatasi permasalahan inventaris. Dengan mengenali kategorinya secara spesifik, proses analisis penyebab dan penanganannya dapat dilakukan dengan lebih terarah.
1. Operational Shrinkage
Operational shrinkage muncul dari kesalahan dalam proses operasional seperti salah input data, salah hitung saat receiving, atau ketidaktepatan saat melakukan stock handling. Jenis ini sering terjadi karena ketidaktelitian prosedur, SOP yang kurang jelas, atau kurangnya pelatihan staf. Meskipun tidak terkait dengan tindakan kecurangan, shrinkage jenis ini dapat menumpuk dan menghasilkan selisih yang signifikan bila tidak dikendalikan.
2. Known Shrinkage
Known shrinkage adalah selisih stok yang penyebabnya sudah diketahui atau tercatat, seperti barang rusak, kadaluarsa, atau hilang karena insiden tertentu. Biasanya bentuk kehilangan ini memiliki dokumentasi resmi sehingga masih dapat dilacak dan dijelaskan. Jenis ini memberikan transparansi lebih tinggi dalam proses audit karena setiap penyebabnya tercatat secara administratif.
3. Unknown Shrinkage
Unknown shrinkage terjadi ketika selisih stok tidak dapat dijelaskan secara jelas melalui catatan atau inspeksi. Ketidakjelasan ini bisa disebabkan oleh pencurian yang tidak terdeteksi, kesalahan pencatatan yang tidak ditemukan, atau proses yang kurang terdokumentasi. Jenis ini sering menjadi tantangan terbesar bagi perusahaan karena memerlukan investigasi mendalam untuk menemukan akar masalah.
4. Retail Shrinkage
Retail shrinkage biasanya ditemukan di sektor ritel dan berkaitan dengan kehilangan barang di toko akibat shoplifting, kesalahan kasir, atau return fraud. Lingkungan ritel yang terbuka dan interaksi langsung dengan pelanggan membuat jenis shrinkage ini lebih rentan terjadi. Faktor operasional sehari-hari seperti display terbuka, antrean kasir, dan penanganan barang yang cepat turut menjadi pemicu munculnya selisih stok.
5. Process Shrinkage
Process shrinkage terjadi dalam konteks produksi atau manufaktur ketika ada kehilangan bahan selama proses konversi, misalnya waste, scrap, atau sisa produksi yang tidak dapat digunakan kembali. Perbedaan ini biasanya terjadi secara alami karena karakteristik proses produksi. Meski sering dianggap wajar, proses shrinkage tetap perlu dipantau agar tidak melewati batas toleransi yang telah ditetapkan.
Baca juga: 8 Software Inventory Management Terbaik di Indonesia 2025
Penyebab Utama Terjadinya Shrinkage
Penyebab shrinkage umumnya muncul dari berbagai titik dalam proses pengelolaan inventaris, baik di gudang maupun di area penjualan. Setiap penyebab biasanya berhubungan dengan sistem kerja, perilaku manusia, hingga kondisi fisik barang itu sendiri. Dengan memahami sumber terjadinya shrinkage, analisis varians stok dapat dilakukan dengan lebih jelas dan terukur.
1. Pencurian Internal (Employee Theft)
Pencurian internal terjadi ketika staf atau karyawan mengambil barang tanpa izin, baik secara langsung dari stok maupun melalui manipulasi data. Kondisi ini biasanya dipengaruhi oleh kurangnya pengawasan, lemahnya kontrol akses terhadap area penyimpanan, atau tidak adanya audit rutin. Meskipun tidak selalu terlihat secara kasat mata, kehilangan dari internal sering menjadi salah satu penyumbang shrinkage paling signifikan dalam industri ritel dan gudang.
2. Pencurian Eksternal (Shoplifting)
Pencurian eksternal terjadi ketika pelanggan atau pihak luar mengambil barang tanpa melalui proses transaksi yang sah. Sektor ritel dengan tata letak barang terbuka memiliki risiko lebih tinggi terhadap tipe kehilangan ini. Minimnya perangkat keamanan atau pengawasan visual sering membuat tindakan tersebut sulit terdeteksi hingga audit stok dilakukan.
3. Kesalahan Administrasi dan Pencatatan
Kesalahan pencatatan dapat muncul dari input jumlah barang yang tidak akurat, salah scan barcode, atau ketidaktepatan saat mencatat barang masuk dan keluar. Variasi kecil dalam data dapat menumpuk menjadi selisih besar seiring meningkatnya volume transaksi. Jenis shrinkage ini biasanya tidak melibatkan kehilangan fisik, melainkan ketidaksesuaian akibat data yang tidak konsisten.
4. Kerusakan Barang (Damage & Spoilage)
Kerusakan dapat disebabkan oleh penanganan yang kurang tepat, kondisi penyimpanan yang tidak ideal, hingga tanggal kedaluwarsa barang yang terlewat. Barang yang rusak atau tidak layak jual akan menurunkan stok fisik tanpa tercatat sebagai penyesuaian resmi bila tidak ditangani sesuai prosedur. Industri seperti grocery, F&B, atau cold storage paling rentan terhadap penyebab ini.
5. Receiving Error atau Fraud Supplier
Receiving error terjadi ketika jumlah barang yang diterima berbeda dengan yang tercatat pada dokumen pengiriman. Perbedaan ini dapat berasal dari kesalahan hitung, barang belum terkirim seluruhnya, atau pengiriman yang tidak sesuai pesanan. Dalam beberapa kasus, fraud supplier juga dapat memicu shrinkage jika tidak ada proses verifikasi yang ketat selama penerimaan barang.
6. Kesalahan Saat Proses Return
Proses pengembalian barang dari pelanggan atau toko dapat menyebabkan selisih jika tidak didokumentasikan secara akurat. Barang yang direturn tetapi tidak masuk kembali ke stok, atau barang yang rusak namun tidak ditandai sesuai kategori, berpotensi menciptakan varians dalam inventaris. Ketidaktepatan penanganan return juga sering menjadi titik lemah bagi ritel berskala besar.
Baca juga: 8 Software Warehouse Management Terbaik di Indonesia 2025
Dampak Shrinkage Terhadap Bisnis
Dampak shrinkage terhadap bisnis biasanya terlihat pada berbagai aspek operasional, keuangan, dan strategi pengelolaan stok. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi laporan inventaris, tetapi juga cara perusahaan menilai efektivitas proses internal. Dengan memahami dampaknya, perusahaan dapat melihat bagaimana selisih stok berpengaruh terhadap stabilitas dan akurasi operasional secara keseluruhan.
1. Kerugian Finansial
Kerugian finansial muncul karena barang yang hilang, rusak, atau tidak tercatat dengan benar akan mengurangi nilai aset tanpa menghasilkan pendapatan. Dampak ini dapat semakin signifikan pada bisnis dengan margin profit rendah seperti ritel atau F&B. Jika tidak dikendalikan, kerugian kecil yang terjadi secara berulang dapat menghasilkan total kerugian tahunan yang besar.
2. Penurunan Akurasi Data Inventaris
Selisih stok menyebabkan data inventaris tidak lagi mencerminkan kondisi nyata sehingga informasi yang digunakan untuk operasional menjadi kurang akurat. Ketidakcocokan data ini dapat mengganggu proses pengambilan keputusan seperti restock, alokasi barang, hingga perencanaan distribusi.
Dalam jangka panjang, inakurasi ini dapat menghambat efisiensi kerja karena tim perlu melakukan pengecekan tambahan dan berpotensi menciptakan situasi stockout maupun akumulasi dead stock yang tidak diinginkan. Ketidakakuratan ini juga dapat mengganggu penghitungan safety stock, sehingga sistem kehilangan kemampuan untuk memprediksi titik pemesanan ulang secara optimal.
3. Gangguan pada Perencanaan dan Forecasting
Forecasting sangat bergantung pada data historis yang akurat, dan shrinkage dapat mengubah pola permintaan secara tidak realistis. Perencanaan pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bisa terjadi karena angka konsumsi terlihat tidak sesuai kenyataan. Kondisi ini dapat berdampak pada tingginya biaya penyimpanan atau risiko stok habis.
4. Menurunnya Efisiensi Operasional
Ketika stok harus dicek ulang, dicocokkan, atau diaudit secara lebih sering, waktu dan tenaga operasional akan meningkat. Aktivitas tambahan ini memperlambat kinerja tim gudang atau toko. Semakin besar selisih yang terjadi, semakin besar pula beban kerja yang harus ditanggung untuk memastikan data kembali sesuai.
5. Ketidakstabilan Rantai Pasok
Shrinkage dapat menyebabkan permintaan bahan baku atau barang jadi terlihat lebih tinggi dari seharusnya, sehingga memengaruhi seluruh alur supply chain. Ketidaktepatan ini berpotensi menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan barang. Dalam konteks distribusi multi-gudang, efeknya bisa meluas hingga menyebabkan ketidaksinkronan antar lokasi.
6. Risiko Reputasi Bisnis
Meski tidak selalu terlihat oleh konsumen, shrinkage yang berulang dapat menimbulkan persepsi bahwa proses internal tidak berjalan rapi. Situasi ini dapat memengaruhi hubungan dengan supplier, auditor, atau investor yang menilai kontrol inventaris sebagai faktor penting. Ketidakakuratan stok juga dapat memengaruhi pengalaman pelanggan bila ketersediaan barang tidak sesuai ekspektasi. Situasi ini dapat menjadi lebih kompleks jika perusahaan bekerja dengan model consignment stock, karena ketidaksesuaian antara stok fisik dan laporan pemasok harus dipantau dengan lebih ketat.
Rumus dan Cara Menghitung Shrinkage
Perhitungan shrinkage umumnya dilakukan untuk mengetahui tingkat selisih antara jumlah stok yang seharusnya tersedia dengan jumlah fisik yang ditemukan. Penghitungan ini membantu menunjukkan seberapa besar varians yang terjadi dalam proses inventaris. Dengan menggunakan rumus yang konsisten, sebuah bisnis dapat mengukur tingkat akurasi persediaan dan menilai efektivitas pengendalian stok yang diterapkan.

Rumus Utama Shrinkage (Dalam Unit)
Rumus dasar untuk mengetahui jumlah shrinkage dalam bentuk unit barang adalah:
Shrinkage (Unit) = Stok Seharusnya – Stok Aktual
Rumus ini digunakan ketika fokusnya adalah menghitung jumlah fisik barang yang hilang, rusak, atau tidak sesuai dengan catatan sistem.
Rumus Shrinkage dalam Persentase
Persentase shrinkage sering digunakan untuk memperoleh gambaran skala selisih terhadap total persediaan. Rumus ini lebih umum digunakan dalam laporan operasional atau audit:
Shrinkage (%) = (Stok Seharusnya – Stok Aktual) / Stok Seharusnya × 100%
Persentase memberikan gambaran tingkat akurasi inventaris secara lebih proporsional, terutama untuk kebutuhan kontrol internal atau evaluasi kinerja gudang.
Contoh Perhitungan Sederhana
Misalkan stok yang tercatat dalam sistem adalah 1.000 unit, sedangkan hasil stock opname menunjukkan 970 unit.
Maka perhitungan shrinkage-nya adalah:
- Shrinkage (Unit)
1.000 – 970 = 30 unit - Shrinkage (%)
(30 / 1.000) × 100% = 3%
Contoh ini menunjukkan bahwa terdapat selisih 30 unit atau shrinkage sebesar 3% dari seluruh inventaris yang seharusnya ada.
Baca juga: 6 Software Retail ERP Terbaik di Indonesia 2025
9 Strategi Mencegah Shrinkage
Upaya mencegah shrinkage biasanya dilakukan dengan memperbaiki kontrol operasional, meningkatkan akurasi proses, dan memanfaatkan teknologi yang mendukung pencatatan stok. Pendekatan ini dapat diterapkan di berbagai jenis bisnis, mulai dari gudang, manufaktur, hingga ritel. Dengan memahami perannya masing-masing, strategi berikut dapat membantu mengurangi kemungkinan terjadinya selisih inventaris dan dukungan inventory management system yang terintegrasi, perusahaan dapat meminimalkan kesalahan pencatatan sekaligus mempercepat proses identifikasi varians stok.
1. Penerapan SOP Gudang dan Toko
Prosedur kerja yang standar membantu memastikan setiap aktivitas inventaris berjalan dengan alur yang jelas, mulai dari penerimaan barang hingga penyimpanan dan pengambilan. Proses yang terdokumentasi dengan baik meminimalkan kesalahan manusia, terutama dalam aktivitas rutin seperti pengecekan dan pencatatan. SOP yang konsisten juga memudahkan evaluasi ketika ditemukan varians stok.
2. Cycle Counting dan Audit Inventaris Rutin
Cycle counting dilakukan dengan memeriksa sebagian stok secara berkala tanpa menunggu stock opname besar. Metode ini membantu mengidentifikasi selisih lebih cepat sehingga masalah tidak menumpuk dalam jangka panjang. Audit rutin memberikan kontrol tambahan untuk memastikan data sistem selalu selaras dengan kondisi fisik barang.
3. Pelatihan Staf Inventaris dan Operasional
Pelatihan staf berperan penting dalam meningkatkan ketelitian saat menangani barang, melakukan scanning, hingga mencatat transaksi stok. Staf yang memahami prosedur dapat mengurangi risiko kesalahan input atau handling error. Program pelatihan berkala juga membantu menyesuaikan keterampilan tim dengan perubahan proses atau sistem.
4. Penguatan Kontrol Pada Proses Receiving
Receiving menjadi titik kritis dalam pergerakan stok karena setiap selisih yang terjadi di awal akan mempengaruhi seluruh alur inventaris. Pengecekan jumlah, kondisi barang, dan kesesuaian dokumen membantu mengurangi kesalahan penerimaan. Penggunaan bukti foto, form digital, atau double-check juga dapat meningkatkan akurasi proses ini.
5. Optimalisasi Layout Gudang dan Penataan Barang
Penataan barang yang sistematis memudahkan staf menemukan, mengembalikan, dan memindahkan stok tanpa risiko salah ambil atau salah tempat. Layout yang rapi juga membantu mengurangi potensi kerusakan barang akibat penumpukan yang tidak ideal. Di sektor ritel, penataan area display yang lebih mudah diawasi turut menurunkan risiko kehilangan.
6. Penggunaan Teknologi Barcode, QR Code, atau RFID
Teknologi identifikasi seperti barcode atau RFID meningkatkan akurasi pencatatan karena setiap pergerakan barang dapat direkam secara otomatis. Penggunaan alat pemindai mengurangi ketergantungan pada input manual yang rawan kesalahan. Sistem ini juga membantu melacak riwayat pergerakan barang secara lebih detail.
7. Implementasi Sistem POS, ERP, atau WMS
Sistem digital seperti POS untuk ritel, ERP untuk perusahaan besar, atau WMS untuk gudang membantu memastikan data pergerakan barang tercatat secara real-time. Integrasi antar sistem memungkinkan setiap transaksi, baik penjualan, transfer, maupun receiving, tercatat dengan konsisten. Pengendalian stok menjadi lebih transparan karena aktivitas dapat dipantau dalam satu platform.
8. Pengawasan dan Keamanan Fisik
Pengawasan fisik seperti CCTV, akses terbatas ke area penyimpanan, atau kontrol keluar-masuk barang membantu mengurangi risiko shrinkage akibat faktor manusia. Keamanan yang memadai membuat proses audit lebih mudah karena setiap pergerakan dapat dirunut. Selain itu, identifikasi area rawan kehilangan menjadi lebih jelas melalui rekaman atau pemantauan visual.
9. Proses Return yang Terstandarisasi
Prosedur return yang terstruktur membantu memastikan barang yang dikembalikan masuk kembali ke stok atau diproses sebagai waste sesuai kategori. Ketidaktepatan mencatat kondisi barang return sering memicu varians inventaris. Dokumentasi yang jelas mengurangi risiko selisih antara sistem dan stok fisik.
Teknologi yang Mendukung Shrinkage
Pemanfaatan teknologi menjadi salah satu elemen penting dalam meningkatkan akurasi inventaris dan mengurangi potensi selisih stok. Setiap teknologi bekerja pada area operasional yang berbeda, mulai dari pencatatan, pemantauan fisik, hingga analisis data. Dengan memahami peran masing-masing, proses pengendalian shrinkage dapat dijalankan secara lebih terstruktur.
1. Sistem ERP (Enterprise Resource Planning)
Software ERP membantu mengelola seluruh alur pergerakan barang secara terintegrasi mulai dari pembelian, receiving, penyimpanan, hingga penjualan. Sistem ini menyediakan pencatatan real-time sehingga perbedaan antara stok fisik dan data sistem dapat terdeteksi lebih awal. Modul inventaris dalam ERP juga mendukung audit dan rekonsiliasi stok dengan riwayat transaksi yang lebih mudah ditelusuri.
2. WMS (Warehouse Management System)
WMS berfokus pada pengelolaan aktivitas gudang seperti putaway, picking, packing, dan stock movement. Sistem ini membantu meminimalkan handling error karena setiap aktivitas didukung petunjuk lokasi, tracking, serta pemindaian barcode. Selain itu, WMS menyediakan visibilitas stok yang lebih akurat karena setiap proses dicatat secara rinci per lokasi penyimpanan.
3. POS System (Point of Sale)
POS mencatat transaksi penjualan secara otomatis sehingga potensi kesalahan input dapat dikurangi. Setiap barang yang terjual akan langsung mengurangi stok pada sistem, membuat data inventaris tetap terkini. Di sektor ritel, POS juga membantu memantau pola transaksi untuk mendeteksi ketidaksesuaian yang mungkin terkait dengan shrinkage.
4. Barcode dan QR Code Tracking
Barcode dan QR code merupakan teknologi dasar untuk identifikasi barang yang meningkatkan ketelitian pencatatan. Setiap pergerakan barang seperti receiving, transfer, dan picking dapat dipindai sehingga risiko kesalahan manual lebih rendah. Teknologi ini juga cocok digunakan di gudang kecil hingga menengah karena implementasinya sederhana dan dapat disesuaikan dengan berbagai jenis industri.
5. RFID (Radio Frequency Identification)
RFID memungkinkan pelacakan barang tanpa pemindaian satu per satu, sehingga proses counting dan monitoring menjadi lebih cepat. Teknologi ini berguna untuk inventaris berjumlah besar atau wilayah penyimpanan luas karena mampu membaca banyak tag sekaligus. Dengan kemampuan identifikasi otomatis, RFID dapat memperkecil terjadinya selisih antara data sistem dan kondisi fisik.
6. CCTV dan Sistem Pengawasan Fisik
CCTV membantu memantau aktivitas harian di area gudang atau toko, terutama pada titik yang rawan kehilangan atau salah penanganan. Rekaman video dapat digunakan untuk meninjau pergerakan barang ketika ditemukan selisih stok. Sistem pengawasan ini juga mendukung proses audit karena memberikan bukti visual terhadap aktivitas yang terjadi.
7. Sistem E-Receiving dan Dokumentasi Digital
Dokumentasi digital untuk proses receiving seperti foto barang, tanda tangan elektronik, dan digital checklist membantu menjaga akurasi data sejak barang diterima. Setiap bukti tercatat secara otomatis sehingga perbedaan antara dokumen dan barang fisik lebih mudah diverifikasi. Teknologi ini meminimalkan risiko human error atau fraud pada tahap awal pergerakan barang.
8. Inventory Analytics dan Dashboard Monitoring
Analitik inventaris membantu mengidentifikasi pola shrinkage dari data historis, seperti kategori barang yang paling sering mengalami kehilangan atau area gudang yang paling sering terjadi selisih. Dashboard monitoring memberikan visualisasi pergerakan stok secara real-time sehingga penyimpangan dapat terlihat dengan cepat. Teknologi analitik juga mendukung pengambilan keputusan yang lebih didasarkan pada data.
Kesimpulan
Shrinkage merupakan salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan inventaris karena dapat memengaruhi stabilitas data, efisiensi operasional, hingga kondisi keuangan perusahaan. Dengan memahami jenis-jenis shrinkage, penyebab utama, serta dampaknya terhadap bisnis, perusahaan dapat melakukan evaluasi yang lebih terarah dalam meningkatkan akurasi dan efektivitas alur kerja stok. Pemanfaatan teknologi seperti sistem ERP, WMS, POS, barcode, RFID, hingga analitik inventaris juga berperan penting dalam mendeteksi penyimpangan lebih cepat dan menjaga integritas data stok agar proses bisnis tetap terkendali.
Untuk memastikan strategi pencegahan shrinkage berjalan optimal, pemilihan software yang tepat menjadi faktor kunci terutama bagi bisnis dengan volume transaksi besar atau multi-gudang. Jika Anda masih bingung menentukan sistem terbaik untuk kebutuhan operasional, Anda dapat berkonsultasi dengan Review-ERP untuk mendapatkan analisis objektif mengenai software yang sesuai.
