BLOG Review-ERP
Tetap update dengan berita dan wawasan terkini tentang Software ERP, inovasi teknologi, serta perkembangan terbaru dalam pengelolaan bisnis di era industri 4.0 di Indonesia.
5 Tahapan Produksi: Proses dan Indikator Keberhasilannya
Tahapan produksi sering kali menjadi titik kritis yang menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah perusahaan manufaktur. Banyak bisnis yang gagal bersaing karena tidak memiliki alur produksi yang terstruktur, sehingga prosesnya penuh hambatan, hasilnya tidak konsisten, bahkan menyebabkan keterlambatan pengiriman kepada pelanggan. Tanpa memahami alur produksi yang benar, perusahaan berisiko menghadapi pemborosan material, biaya operasional yang membengkak, serta turunnya kepercayaan konsumen akibat kualitas produk yang tidak terjaga.
Solusinya adalah memahami dan menerapkan tahapan produksi secara tepat sebagai fondasi manajemen manufaktur. Dengan alur yang jelas mulai dari perencanaan, persiapan material, proses pengerjaan, hingga pengendalian kualitas, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya sekaligus meningkatkan efisiensi. Penerapan tahapan produksi yang sistematis juga memungkinkan manajemen untuk memantau indikator keberhasilan di setiap tahap, memperbaiki kekurangan sejak dini, dan memastikan produk yang dihasilkan sesuai standar.
Apa itu Tahapan Produksi?
Tahapan produksi adalah serangkaian langkah sistematis yang dilakukan perusahaan manufaktur untuk mengubah bahan mentah menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Setiap tahap memiliki fungsi dan peran tertentu, mulai dari perencanaan kebutuhan, persiapan material, proses pengolahan, hingga pengendalian kualitas sebelum produk diserahkan ke konsumen.
Dengan kata lain, tahapan produksi menjadi kerangka kerja yang memastikan seluruh aktivitas produksi berjalan teratur, efisien, dan sesuai standar. Konsep ini penting karena tanpa alur produksi yang jelas, perusahaan berisiko menghadapi pemborosan, keterlambatan, hingga hasil produksi yang tidak konsisten. Melalui tahapan produksi, manajemen dapat lebih mudah mengendalikan penggunaan sumber daya, menilai efektivitas proses, serta mengukur keberhasilan produksi dengan indikator yang terukur.
5 Tahapan Proses Produksi
Secara umum, proses manufaktur dapat dibagi menjadi lima tahapan utama produksi yang saling berkaitan.
1. Perencanaan Produksi
Tahap awal di mana perusahaan menentukan kebutuhan produksi berdasarkan permintaan pasar, kapasitas mesin, ketersediaan tenaga kerja, dan material. Pada tahap ini biasanya digunakan sistem MRP (Material Requirements Planning) untuk menghitung kebutuhan bahan baku dan MPS (Master Production Schedule) untuk menyusun jadwal produksi agar lebih terarah. Perencanaan yang baik akan meminimalkan risiko keterlambatan dan pemborosan.
2. Pengolahan Material (Preparation & Processing)
Pada tahap ini, bahan baku dipersiapkan dan diolah sesuai spesifikasi produk. Proses bisa berupa pemotongan, pencampuran, perakitan, atau pengerjaan awal sebelum masuk ke tahap produksi utama. Keakuratan data dari MRP membantu memastikan bahwa jumlah material sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak terjadi kekurangan ataupun kelebihan stok.
3. Produksi Utama (Main Production Process)
Tahapan inti di mana produk benar-benar dibentuk sesuai desain. Di sinilah penggunaan mesin, tenaga kerja, dan teknologi berperan besar untuk memastikan hasil produksi sesuai standar. Penjadwalan produksi yang sudah ditetapkan dalam MPS menjadi acuan utama agar kapasitas produksi terjaga dan pesanan dapat diselesaikan tepat waktu.
4. Pengendalian Kualitas (Quality Control)
Produk yang dihasilkan akan melalui serangkaian pemeriksaan, pengujian, atau inspeksi. Proses quality control ini penting untuk memastikan produk memenuhi standar mutu, aman digunakan, dan sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Hasil evaluasi dari tahap ini juga menjadi umpan balik bagi perencanaan dan pengolahan material agar kualitas tetap konsisten.
5. Distribusi dan Evaluasi
Setelah produk selesai dan lolos uji quality control, tahap berikutnya adalah penyimpanan di gudang, distribusi ke pasar, serta evaluasi hasil produksi. Evaluasi ini penting untuk menilai apakah perencanaan dengan MRP dan MPS sudah berjalan optimal, menemukan hambatan, serta memperbaiki proses produksi di periode berikutnya.
Baca juga: 10 Software Manufaktur Terbaik di Indonesia 2025
Masalah yang Sering Terjadi Dalam Proses Produksi
Dalam proses produksi, ada sejumlah masalah umum yang sering muncul dan dapat menghambat kelancaran operasional sebuah perusahaan manufaktur. Berikut beberapa di antaranya:
1. Keterlambatan Pasokan Material
Jika pasokan bahan baku tidak datang tepat waktu, proses produksi bisa tertunda. Hal ini biasanya disebabkan oleh kesalahan perencanaan MRP, kendala transportasi, atau keterlambatan dari pemasok.
2. Downtime Mesin
Kerusakan mesin atau kurangnya perawatan preventif sering menimbulkan downtime yang mengganggu alur produksi dan menurunkan kapasitas output.
3. Kualitas Produk Tidak Konsisten
Masalah pada quality control seperti cacat produk, ukuran yang tidak sesuai, atau kesalahan perakitan bisa menyebabkan tingginya tingkat reject dan retur dari pelanggan.
4. Perencanaan Produksi yang Tidak Tepat
Ketidaktepatan dalam MPS (Master Production Schedule) dapat menimbulkan overproduction atau underproduction, sehingga stok tidak seimbang dengan permintaan pasar.
5. Pemborosan Material dan Tenaga Kerja
Kurangnya kontrol dalam penggunaan material atau tenaga kerja yang tidak produktif bisa menimbulkan biaya tambahan dan menurunkan efisiensi.
6. Kurangnya Koordinasi Antar Departemen
Produksi, gudang, dan distribusi sering berjalan tidak sinkron sehingga memunculkan bottleneck, terutama saat permintaan pasar meningkat.
Indikator Keberhasilannya
Indikator keberhasilan dalam proses produksi biasanya digunakan untuk menilai sejauh mana tahapan produksi berjalan sesuai target. Berikut beberapa indikator utamanya:
1. Output Produksi Tepat Waktu
Mengukur apakah produk selesai sesuai jadwal yang ditentukan dalam MPS (Master Production Schedule) tanpa keterlambatan.
2. Tingkat Kualitas Produk
Dilihat dari hasil quality control, seperti jumlah produk yang lolos uji dibandingkan dengan jumlah produk cacat atau reject.
3. Efisiensi Penggunaan Material
Seberapa baik perusahaan mengelola bahan baku sesuai hasil perencanaan MRP (Material Requirements Planning), tanpa kelebihan atau kekurangan signifikan.
4. Utilisasi Mesin dan Tenaga Kerja
Tingkat pemanfaatan mesin dan operator yang optimal, diukur dari minimnya downtime dan waktu menganggur (idle time).
5. Biaya Produksi Terkendali
Mengukur apakah biaya produksi sesuai dengan anggaran, tanpa ada pemborosan material, energi, atau tenaga kerja.
6. Kepuasan Pelanggan
Dilihat dari jumlah komplain, retur produk, serta kepuasan pelanggan terhadap kualitas dan ketepatan pengiriman.
Kesimpulan
Tahapan produksi merupakan elemen penting yang menentukan efisiensi, kualitas, dan daya saing perusahaan manufaktur. Dengan memahami alurnya mulai dari perencanaan, pengolahan material, produksi utama, hingga quality control dan evaluasi, perusahaan dapat meminimalkan hambatan, menghindari pemborosan, serta memastikan produk sampai ke konsumen tepat waktu dengan standar yang konsisten. Indikator keberhasilan seperti ketepatan jadwal, efisiensi material, dan kepuasan pelanggan menjadi tolok ukur utama dalam menilai efektivitas setiap tahapan.
Namun, untuk mencapai alur produksi yang benar-benar optimal, dibutuhkan dukungan sistem yang mampu mengintegrasikan MRP, MPS, dan quality control secara menyeluruh. Di sinilah peran software ERP menjadi solusi strategis bagi perusahaan manufaktur. Jika Anda masih ragu memilih sistem yang tepat, tim Review-ERP menyediakan layanan konsultasi gratis untuk membantu menilai kebutuhan bisnis Anda dan merekomendasikan software ERP terbaik yang paling sesuai dengan tahapan produksi yang efisien.
Shop Floor Control : Pengertian, Komponen dan Manfaatnya
Shop Floor Control seringkali menjadi titik lemah yang tidak disadari banyak perusahaan manufaktur. Tanpa sistem yang jelas untuk mengawasi aktivitas produksi, perusahaan berisiko mengalami penurunan produktivitas, keterlambatan pengiriman, hingga pembengkakan biaya operasional. Lebih buruk lagi, kurangnya visibilitas di lantai produksi dapat menimbulkan kesalahan dalam perencanaan, hilangnya material, serta menurunkan kualitas produk yang pada akhirnya merugikan citra perusahaan di mata pelanggan.
Solusinya adalah penerapan Shop Floor Control yang tepat, yaitu sebuah pendekatan sistematis untuk memantau, mengendalikan, dan mengoptimalkan setiap aktivitas di lantai produksi. Dengan kontrol yang terintegrasi, perusahaan tidak hanya dapat melacak pergerakan material dan progres kerja, tetapi juga memastikan efisiensi penggunaan sumber daya, mengurangi pemborosan, serta meningkatkan kepatuhan terhadap standar kualitas.
Apa itu Shop Floor Control (SFC)?
Shop Floor Control (SFC) adalah sebuah sistem manajemen produksi yang berfokus pada pengawasan, pengendalian, dan pencatatan aktivitas di lantai pabrik. Konsep ini digunakan untuk memastikan setiap proses produksi berjalan sesuai rencana, baik dari sisi penggunaan material, pemakaian tenaga kerja, hingga pemanfaatan mesin dan waktu. Dengan kata lain, SFC menjadi penghubung antara perencanaan produksi di level manajemen dengan realisasi pekerjaan di lapangan.
Fungsi utama dari Shop Floor Control adalah memberikan visibilitas dan kendali penuh terhadap jalannya operasi. Melalui sistem ini, perusahaan dapat mengetahui status order produksi, memantau progres kerja secara real-time, mendeteksi hambatan atau keterlambatan, serta mengevaluasi kinerja setiap lini produksi.
Manfaat SFC
- Meningkatkan Efisiensi Produksi
Dengan memantau aktivitas di lantai produksi secara detail, perusahaan dapat mengurangi waktu tunggu, meminimalkan idle time mesin, dan memastikan alur kerja lebih lancar. - Visibilitas Real-Time
SFC memberikan data langsung terkait progres pekerjaan, sehingga manajemen bisa cepat mengetahui status order, material, maupun kapasitas mesin. - Mengurangi Pemborosan
Kontrol yang ketat membantu mengurangi penggunaan material berlebih, kesalahan produksi, serta tenaga kerja yang tidak produktif. - Meningkatkan Kualitas Produk
Karena setiap tahapan produksi terdokumentasi, perusahaan bisa lebih mudah mendeteksi kesalahan dan menjaga standar mutu tetap konsisten. - Mempercepat Pengambilan Keputusan
Data yang akurat dari shop floor membuat manajer dapat segera merespons hambatan, menyesuaikan rencana produksi, dan mengoptimalkan sumber daya. - Memudahkan Evaluasi dan Audit
Catatan aktivitas produksi yang detail mempermudah analisis performa, perhitungan biaya, serta penilaian efektivitas strategi operasional.
Komponen Utama dari Shop Floor Control (SFC)
Komponen utama dari Shop Floor Control (SFC) biasanya mencakup beberapa elemen penting yang bekerja saling terintegrasi untuk memastikan proses produksi berjalan efektif.
1. Perencanaan dan Penjadwalan Produksi
Bagian ini bertanggung jawab untuk mengatur urutan pekerjaan, alokasi mesin, serta tenaga kerja. Tujuannya agar produksi berjalan sesuai rencana tanpa bottleneck.
2. Pelacakan Order Produksi (Work Order Tracking)
Komponen ini memungkinkan perusahaan memonitor setiap pesanan dari awal hingga selesai, termasuk status pengerjaan, penggunaan material, dan estimasi waktu penyelesaian.
3. Manajemen Material
Fokus pada pemantauan ketersediaan bahan baku dan komponen pendukung, sehingga tidak terjadi kekurangan material yang bisa menghentikan proses produksi.
4. Monitoring Mesin dan Tenaga Kerja
Mengawasi pemakaian mesin, tingkat utilisasi, downtime, serta kinerja operator. Data ini penting untuk mengukur produktivitas dan melakukan perawatan preventif.
5. Pengendalian Kualitas (Quality Control)
SFC dilengkapi dengan pencatatan inspeksi dan pengujian di setiap tahap produksi, sehingga kesalahan dapat terdeteksi sejak dini dan tidak menimbulkan cacat produk masal.
6. Pelaporan dan Analisis Data
Semua aktivitas di shop floor terdokumentasi dan dapat diolah menjadi laporan. Hasil analisis ini membantu manajemen dalam membuat keputusan strategis berbasis data nyata.
Tantangan Implementasi Shop Floor Control
Tantangan dalam implementasi Shop Floor Control (SFC) cukup beragam karena menyangkut perubahan cara kerja di lantai produksi dan integrasi dengan sistem manajemen lainnya. Berikut beberapa tantangan utamanya:
1. Resistensi dari Karyawan
Perubahan sistem sering kali ditanggapi dengan penolakan karena karyawan merasa terbebani dengan aturan baru atau takut kinerjanya lebih mudah dipantau.
2. Integrasi dengan Sistem yang Sudah Ada
Menyambungkan SFC dengan ERP, MRP, atau software manufaktur lama bisa menjadi kompleks dan memerlukan penyesuaian teknis yang tidak sederhana.
3. Kebutuhan Investasi Awal yang Besar
Implementasi SFC memerlukan biaya untuk perangkat lunak, perangkat keras, pelatihan, dan pemeliharaan yang mungkin memberatkan perusahaan skala menengah atau kecil.
4. Kualitas Data yang Tidak Konsisten
Jika input data dari lantai produksi tidak akurat atau tidak konsisten, hasil analisis dari SFC juga akan menyesatkan dan sulit digunakan untuk pengambilan keputusan.
5. Kurangnya Keterampilan Teknologi
Operator dan manajer produksi mungkin belum terbiasa menggunakan sistem digital, sehingga membutuhkan pelatihan intensif agar sistem benar-benar efektif.
6. Pemeliharaan dan Dukungan Teknis
Sistem SFC harus terus dipelihara dan diperbarui. Tanpa dukungan teknis yang memadai, sistem bisa mengalami downtime atau tidak optimal.
Masa Depan Shop Floor Control
Masa depan Shop Floor Control (SFC) akan semakin ditopang oleh perkembangan teknologi digital yang mengubah cara perusahaan manufaktur mengelola lantai produksinya. Jika dulu SFC lebih banyak berfungsi sebagai alat pencatatan dan pelaporan manual, kini tren menuju otomatisasi, integrasi, dan analitik cerdas membuatnya menjadi pusat kendali produksi yang jauh lebih adaptif.
Dengan hadirnya teknologi seperti Internet of Things (IoT), sensor pintar, dan sistem berbasis cloud, setiap aktivitas di shop floor dapat dipantau secara real-time, bahkan dari jarak jauh. Hal ini memungkinkan manajemen mendeteksi masalah lebih cepat dan melakukan penyesuaian strategi secara instan.
Selain itu, masa depan SFC juga akan banyak dipengaruhi oleh Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML). Teknologi ini dapat memprediksi potensi downtime mesin, merekomendasikan jadwal produksi yang lebih efisien, hingga menganalisis pola kualitas produk. Integrasi dengan Augmented Reality (AR) dan Wearable Devices juga diprediksi akan semakin umum, di mana operator dapat memperoleh instruksi kerja langsung melalui perangkat pintar. Semua perkembangan ini menjadikan SFC bukan sekadar alat kontrol, melainkan bagian dari strategi Smart Manufacturing dan Industry 4.0 yang mendukung daya saing perusahaan dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Shop Floor Control (SFC) memegang peranan penting dalam menjaga kelancaran proses produksi di sebuah perusahaan manufaktur. Dengan penerapan yang tepat, SFC mampu meningkatkan efisiensi, memberikan visibilitas real-time, mengurangi pemborosan, sekaligus memastikan kualitas produk tetap konsisten.
Meskipun implementasinya menghadapi sejumlah tantangan seperti resistensi karyawan, kebutuhan investasi, hingga integrasi dengan sistem lain, manfaat jangka panjang yang dihasilkan menjadikan SFC sebagai salah satu fondasi utama menuju manufaktur modern yang lebih kompetitif. Ke depan, SFC akan semakin berkembang seiring hadirnya teknologi seperti IoT, AI, Machine Learning, dan sistem berbasis cloud yang mendukung konsep Smart Manufacturing.
Bagi perusahaan yang ingin memastikan sistemnya selaras dengan kebutuhan industri masa depan, pemilihan software ERP terbaik yang telah terintegrasi dengan modul Shop Floor Control menjadi langkah strategis. Jika Anda masih ragu menentukan pilihan, tim Review-ERP menyediakan layanan konsultasi gratis untuk membantu menemukan solusi ERP terbaik yang sudah mendukung fungsi SFC sesuai kebutuhan bisnis Anda.
Internet of Things : Pengertian, Cara Kerja dan Contohnya
Internet of Things kini semakin akrab dengan kehidupan kita, mulai dari rumah pintar, kendaraan terkoneksi, hingga mesin pabrik yang bekerja otomatis. Namun, banyak bisnis dan individu yang belum menyadari ancaman di baliknya. Tanpa memahami apa itu IoT dan bagaimana cara kerjanya, Anda bisa terjebak pada penggunaan teknologi yang tidak efisien, data yang tercecer, bahkan risiko keamanan siber yang membahayakan operasional.
Kabar baiknya, pemahaman yang tepat mengenai Internet of Things dapat membuka peluang besar bagi efisiensi, keamanan, dan inovasi. Dengan mengetahui cara kerja IoT serta contoh penerapannya di berbagai sektor, Anda bisa memanfaatkannya untuk mempercepat produktivitas, menekan biaya operasional, dan meningkatkan pengalaman pelanggan.
Apa itu Internet of Things (IoT) ?
Internet of Things (IoT) adalah konsep di mana berbagai perangkat fisik—mulai dari mesin pabrik, kendaraan, peralatan rumah tangga, hingga sensor kecil—dihubungkan ke internet dan saling bertukar data tanpa memerlukan interaksi manusia secara langsung.
Dengan kata lain, IoT membuat benda-benda di sekitar kita menjadi “pintar” karena dapat mengumpulkan informasi, berkomunikasi, dan bahkan mengambil keputusan sederhana secara otomatis.
Contoh sederhana IoT bisa dilihat pada smart home, seperti lampu yang bisa menyala atau mati lewat aplikasi ponsel, atau AC yang bisa menyesuaikan suhu ruangan secara otomatis. Dalam skala industri, IoT dipakai untuk memantau mesin produksi, mendeteksi kerusakan sebelum terjadi, hingga mengoptimalkan rantai pasok.
Bagaimana Cara Kerja IoT?
Cara kerja Internet of Things (IoT) pada dasarnya adalah membuat perangkat fisik bisa saling terhubung, bertukar data, dan memberikan respon otomatis melalui jaringan internet. Mekanismenya bisa dijelaskan dalam empat tahapan utama:
Pertama, perangkat IoT dilengkapi dengan sensor atau aktuator untuk mengumpulkan data dari lingkungannya, misalnya suhu, cahaya, kelembaban, atau lokasi. Kedua, data tersebut dikirim melalui jaringan komunikasi seperti Wi-Fi, Bluetooth, 4G/5G, atau LoRaWAN menuju sistem penyimpanan atau cloud.
Ketiga, data yang terkumpul akan diolah menggunakan perangkat lunak dan algoritma, bahkan kadang melibatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis pola atau membuat prediksi. Terakhir, sistem akan memberikan tindakan atau respon, baik secara otomatis (misalnya AC menyesuaikan suhu ruangan) maupun melalui notifikasi ke pengguna untuk pengambilan keputusan lebih lanjut.
Dengan alur kerja ini, IoT memungkinkan integrasi antara dunia fisik dan digital. Perangkat bukan hanya sekadar “terhubung”, tapi juga mampu belajar, merespons, dan meningkatkan efisiensi berdasarkan data real-time.
Apa saja Manfaat Internet of Things untuk Bisnis?
Internet of Things (IoT) bukan hanya sekadar tren teknologi, tetapi sudah menjadi solusi nyata yang mampu membawa berbagai keuntungan bagi bisnis di berbagai sektor. Berikut Manfaat dari IoT:
1. Meningkatkan Efisiensi Operasional
Dengan IoT, perusahaan dapat mengotomatiskan proses bisnis, mengontrol mesin produksi dari jarak jauh, serta mengurangi penggunaan energi yang berlebihan. Hal ini membantu bisnis berjalan lebih cepat, hemat biaya, dan minim kesalahan manual.
2. Mendukung Pengambilan Keputusan Berbasis Data
IoT mengumpulkan data secara real-time dari berbagai perangkat. Data ini kemudian dianalisis untuk memberikan insight berharga, sehingga manajemen bisa mengambil keputusan lebih tepat dan strategis, misalnya menentukan kebutuhan stok atau jadwal produksi.
3. Mengoptimalkan Rantai Pasok (Supply Chain)
Dalam bisnis logistik dan manufaktur, IoT memungkinkan pelacakan barang secara langsung, prediksi keterlambatan pengiriman, hingga monitoring kondisi barang selama perjalanan. Hasilnya, rantai pasok menjadi lebih transparan dan efisien.
4. Mengurangi Biaya Operasional
IoT dapat memantau pemakaian energi, mendeteksi kerusakan mesin lebih awal (predictive maintenance), serta meminimalkan downtime produksi. Hal ini berdampak pada penurunan biaya perawatan dan operasional jangka panjang.
5. Meningkatkan Pengalaman Pelanggan
Perusahaan bisa memanfaatkan IoT untuk menciptakan layanan yang lebih personal. Misalnya, toko retail dengan rak pintar yang mendeteksi barang habis, atau aplikasi smart home yang memberi kenyamanan lebih bagi konsumen.
6. Memperkuat Keamanan Aset dan Data
Sensor IoT bisa dipasang untuk memantau akses gedung, peralatan, bahkan data digital. Dengan sistem alert otomatis, perusahaan bisa mencegah pencurian atau ancaman keamanan sejak dini.
7. Membuka Peluang Bisnis Baru
IoT tidak hanya mengoptimalkan proses yang ada, tetapi juga melahirkan model bisnis baru. Contohnya, perusahaan manufaktur yang menawarkan layanan “machine as a service” atau perusahaan transportasi dengan layanan berbasis data dari kendaraan pintar.
Industri yang cocok menggunakan IoT
Penerapan Internet of Things (IoT) tidak terbatas pada satu bidang saja, melainkan bisa diadaptasi oleh berbagai industri untuk meningkatkan efisiensi, menekan biaya, hingga menciptakan inovasi layanan baru. Berikut beberapa sektor industri yang paling diuntungkan dengan kehadiran IoT.
1. Manufaktur
IoT sangat ideal untuk industri manufaktur karena bisa digunakan untuk monitoring mesin secara real-time, predictive maintenance, serta otomatisasi lini produksi. Dengan begitu, perusahaan dapat menekan downtime, meningkatkan produktivitas, dan menjaga kualitas produk tetap konsisten.
2. Logistik & Transportasi
IoT membantu pelacakan kendaraan, monitoring kondisi barang selama pengiriman, hingga optimasi rute distribusi. Hal ini sangat penting untuk perusahaan ekspedisi, e-commerce, maupun penyedia transportasi agar pengiriman lebih cepat, aman, dan transparan.
3. Pertanian (Smart Farming)
Petani dapat memanfaatkan IoT untuk memantau kelembaban tanah, kualitas udara, suhu, dan kebutuhan air tanaman. Dengan sensor IoT, pertanian bisa lebih presisi, hasil panen meningkat, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
4. Kesehatan (Healthcare)
Di rumah sakit dan layanan kesehatan, IoT digunakan untuk wearable devices (alat pemantau detak jantung, gula darah, tekanan darah) serta manajemen inventaris obat. Teknologi ini membantu dokter memantau pasien dari jarak jauh dan meningkatkan pelayanan kesehatan.
5. Retail
IoT dapat diterapkan pada smart shelves, sistem pembayaran otomatis, hingga analisis perilaku pelanggan. Dengan data real-time, toko retail bisa memastikan stok produk selalu tersedia dan menawarkan pengalaman belanja yang lebih personal.
6. Energi & Utilitas
Perusahaan energi menggunakan IoT untuk smart grid, manajemen konsumsi listrik, hingga pemantauan peralatan di lapangan. Hasilnya, distribusi energi lebih efisien dan biaya operasional berkurang.
7. Smart City & Properti
IoT mendukung pengelolaan kota cerdas dengan penerapan pada lampu jalan pintar, sistem keamanan gedung, parkir pintar, hingga pemantauan kualitas udara. Sektor properti pun bisa meningkatkan nilai aset dengan menambahkan fitur IoT untuk penghuni.
Baca juga: 10 Software ERP Terbaik di Indonesia 2025
Apa saja teknologi IoT itu?
Teknologi yang membangun Internet of Things (IoT) terdiri dari beberapa komponen utama yang saling terhubung agar perangkat bisa mengumpulkan, mengirim, dan menganalisis data secara real-time. Berikut teknologi-teknologi kunci dalam IoT:
1. Sensor dan Aktuator
Perangkat ini berfungsi untuk menangkap data dari lingkungan, seperti suhu, kelembapan, tekanan, atau pergerakan. Aktuator bekerja sebaliknya, yaitu menjalankan perintah, misalnya menyalakan mesin atau membuka pintu otomatis.
2. Perangkat dan Edge Devices
IoT membutuhkan perangkat pintar (smart devices) yang bisa memproses data dasar secara lokal. Edge computing memungkinkan data dianalisis lebih cepat sebelum dikirim ke pusat (cloud).
3. Konektivitas Jaringan
Teknologi jaringan adalah tulang punggung IoT. Bisa menggunakan Wi-Fi, Bluetooth, Zigbee, LoRaWAN, hingga jaringan seluler 4G/5G, tergantung kebutuhan kecepatan, jangkauan, dan konsumsi energi.
4. Cloud Computing
Dengan Cloud Computing, data yang dikumpulkan IoT umumnya disimpan di cloud agar dapat diolah lebih lanjut, diakses secara global, dan diintegrasikan dengan aplikasi bisnis lain.
5. Big Data & Analytics
Teknologi analitik memungkinkan data IoT yang sangat besar diproses menjadi informasi berharga. Dengan analisis ini, perusahaan bisa membuat prediksi, optimasi, dan pengambilan keputusan yang lebih cerdas.
6. Artificial Intelligence (AI) & Machine Learning (ML)
IoT semakin powerful dengan dukungan AI/ML. Teknologi ini memungkinkan perangkat belajar dari data yang dikumpulkan, sehingga sistem bisa bekerja secara otomatis, prediktif, bahkan adaptif.
7. Keamanan IoT (IoT Security)
Karena perangkat IoT terhubung ke jaringan internet, keamanan menjadi sangat penting. Teknologi seperti enkripsi, autentikasi, dan firewall khusus IoT digunakan untuk melindungi data dan perangkat dari ancaman siber.
Kesimpulan
Internet of Things (IoT) telah berkembang menjadi teknologi yang tidak hanya menghadirkan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi solusi penting bagi dunia bisnis. Dengan kemampuan menghubungkan perangkat, mengumpulkan data real-time, dan menghasilkan insight berharga, IoT mampu meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya operasional, serta membuka peluang model bisnis baru di berbagai industri seperti manufaktur, logistik, kesehatan, hingga smart city. Teknologi pendukung seperti sensor, cloud, big data, AI, hingga keamanan siber semakin memperkuat peran IoT sebagai tulang punggung transformasi digital.
Namun, untuk memaksimalkan manfaat IoT dalam bisnis, dibutuhkan integrasi yang tepat dengan sistem manajemen perusahaan seperti ERP. Inilah yang sering menjadi tantangan bagi banyak bisnis: bagaimana memilih software ERP yang sudah mendukung dan terintegrasi dengan IoT? Jangan khawatir, tim Review-ERP siap membantu Anda melalui layanan konsultasi gratis untuk menemukan solusi ERP terbaik sesuai kebutuhan. Dengan panduan dari para ahli, Anda bisa lebih percaya diri dalam memilih software ERP yang tepat untuk mendukung transformasi digital bisnis Anda.
Bill Of Material: Pengertian, Jenis dan Manfaatnya
Bill of Material seringkali dianggap sekadar daftar komponen dalam proses produksi, namun kenyataannya, banyak perusahaan justru mengalami kerugian besar karena tidak memahami konsep ini secara menyeluruh. Bayangkan jika satu komponen hilang, salah spesifikasi, atau jumlahnya tidak sesuai, maka rantai produksi bisa terhenti, biaya membengkak, bahkan kepercayaan pelanggan bisa runtuh. Inilah ketakutan nyata yang menghantui bisnis manufaktur, di mana kesalahan kecil dalam pengelolaan Bill of Material dapat berujung pada dampak besar yang mengancam kelancaran operasional perusahaan.
Namun, kabar baiknya adalah Bill of Material justru diciptakan sebagai solusi untuk mengatasi risiko tersebut. Dengan menyusunnya secara tepat, perusahaan dapat memastikan setiap bahan baku, komponen, hingga sub-assembly terorganisir rapi, sehingga produksi berjalan efisien tanpa hambatan.
Apa itu Bill of Material?
Bill of Material (BOM) adalah sebuah daftar terstruktur yang berisi semua komponen, bahan baku, sub-komponen, hingga instruksi yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk. Bisa dibilang, BOM merupakan “resep” bagi dunia manufaktur, karena di dalamnya tercantum detail mulai dari nama material, jumlah yang diperlukan, kode identifikasi, hingga urutan perakitannya.
Fungsi dan Tujuan Bill of Material
Keberadaan BOM dirancang untuk memastikan proses produksi berjalan terstruktur, akurat, dan efisien, sehingga meminimalkan kesalahan perakitan, mengontrol biaya produksi, serta memperlancar koordinasi antar departemen mulai dari engineering, purchasing, produksi, hingga gudang. Melalui penyusunan BOM yang detail dan terstandarisasi, perusahaan dapat meningkatkan keandalan produksi serta menjaga konsistensi kualitas produk.
- Sebagai referensi utama proses perakitan produk
BOM menyediakan blueprint lengkap mengenai item apa saja yang diperlukan dan bagaimana setiap komponen terhubung, sehingga operator produksi dapat melakukan perakitan dengan benar dan konsisten. - Mengoptimalkan perencanaan kebutuhan material (MRP / Material Requirement Planning)
Dengan BOM, tim perencanaan mampu menghitung jumlah bahan yang diperlukan, kapan harus dipesan, dan memastikan ketersediaan tepat waktu tanpa kelebihan atau kekurangan stok. - Mendukung pengendalian biaya produksi
BOM membantu perusahaan memahami total biaya komponen dan meminimalkan pemborosan dengan menghindari pembelian material yang tidak diperlukan. - Meningkatkan koordinasi lintas departemen
Informasi BOM digunakan oleh tim pembelian, gudang, produksi, hingga quality control agar setiap proses selaras dan tidak terjadi miskomunikasi terkait spesifikasi material. - Mempermudah proses pengelolaan perubahan produk (Engineering Change Order / ECO)
BOM memudahkan update ketika terjadi revisi desain atau perubahan komponen, sehingga versi produk yang diproduksi tetap akurat dan terdokumentasi.
Baca juga: Manufacturing Execution System (MES) : Pengertian, Cara Kerja dan Contohnya
Jenis-Jenis Bill of Material (BOM)
Jenis-jenis Bill of Material (BOM) dalam industri manufaktur cukup beragam, karena setiap perusahaan punya kebutuhan berbeda tergantung pada proses produksinya. Secara umum, berikut penjelasannya:
Berdasarkan Penggunaannya dalam Departemen
- Engineering Bill of Material (EBOM)
Jenis ini dibuat oleh tim desain atau engineering dan berisi struktur produk berdasarkan rancangan teknis. EBOM biasanya mencantumkan spesifikasi material, ukuran, hingga versi produk yang masih dalam tahap desain.
- Manufacturing Bill of Material (MBOM)
MBOM digunakan oleh tim produksi dan mencakup seluruh bahan, sub-komponen, hingga instruksi perakitan sesuai dengan proses manufaktur. BOM ini penting untuk memastikan produk dapat diproduksi sesuai standar dan efisiensi yang diinginkan.
- Sales Bill of Material (Sales BOM)
Jenis ini digunakan oleh tim penjualan. Dalam Sales BOM, produk dijual sebagai item jadi tetapi komponen-komponennya masih terlihat, sehingga berguna untuk produk yang dirakit setelah penjualan (assemble-to-order).
- Service Bill of Material (Service BOM)
Service BOM berisi daftar komponen yang relevan untuk pemeliharaan atau perbaikan produk. Biasanya digunakan oleh tim after-sales atau teknisi servis.
- Configurable Bill of Material (CBOM)
CBOM dipakai untuk produk dengan banyak variasi atau opsi konfigurasi. Contohnya pada industri otomotif, di mana satu model mobil bisa memiliki ratusan kombinasi fitur berbeda.
Berdasarkan Struktur Penyajian Data
- Single-Level Bill of Materials (BOM)
Single-Level BOM adalah format paling sederhana yang hanya menampilkan daftar komponen langsung yang dibutuhkan untuk merakit sebuah produk atau sub-assembly. BOM jenis ini cocok digunakan untuk produk sederhana tanpa banyak turunan komponen. Kekurangannya, jika produk memiliki banyak level perakitan, informasi menjadi kurang detail dan rawan terlewat.
- Indented Bill of Materials (BOM)
Indented BOM menampilkan struktur hierarki produk dengan format bertingkat. Item utama berada di margin kiri, sementara komponen atau sub-komponen yang lebih detail ditampilkan menjorok ke kanan. Penyajian ini membantu tim produksi melihat hubungan antar-komponen secara lebih jelas, sehingga lebih akurat untuk produk kompleks.
- Modular Bill of Materials (BOM)
Modular BOM digunakan untuk mendefinisikan sub-assembly dalam satu produk akhir. Di dalamnya tercantum komponen material, dokumen, gambar teknik, hingga bagian pendukung lainnya. Jenis ini sangat berguna bagi industri yang memproduksi produk dengan banyak modul atau varian, misalnya elektronik dan otomotif.
- Planning Bill of Materials (BOM)
Planning BOM dipakai dalam konteks perencanaan dan peramalan. Berbeda dengan BOM fisik, planning BOM tidak menggambarkan produk nyata, melainkan struktur bayangan (composite product) untuk tujuan estimasi permintaan, penjadwalan, dan perencanaan material. Jenis ini biasanya digunakan oleh tim perencanaan produksi (MPS/MRP).
Baca juga: 10 Software Manufaktur Terbaik di Indonesia 2025
Format Bill of Material
Format Bill of Material (BOM) pada dasarnya berbentuk tabel yang berisi rincian semua material, komponen, hingga instruksi perakitan yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk. Meskipun setiap perusahaan bisa menyesuaikan sesuai kebutuhan dan sistem yang digunakan (misalnya ERP atau spreadsheet), umumnya format BOM mencakup elemen-elemen berikut:
- Nomor Item / Item Number → Kode unik untuk setiap komponen atau material.
- Deskripsi Material → Nama atau keterangan singkat tentang material/komponen.
- Part Number / Kode Material → Nomor identifikasi khusus dari material (bisa internal perusahaan atau dari vendor).
- Level BOM → Menunjukkan posisi material dalam struktur (misalnya bahan utama, sub-assembly, komponen kecil).
- Quantity / Jumlah → Jumlah komponen yang dibutuhkan untuk satu produk jadi.
- Satuan (Unit of Measure) → Misalnya pcs, kg, meter, liter.
- Procurement Type → Keterangan apakah bahan dibeli (purchased) atau diproduksi (manufactured).
- Reference Designator → Biasanya dipakai dalam industri elektronik, untuk menunjukkan letak komponen dalam rangkaian.
- Notes / Catatan Tambahan → Informasi tambahan seperti spesifikasi teknis, alternatif material, atau instruksi khusus.
Contoh sederhana format BOM bisa seperti ini:

Struktur Bill of Material
Struktur Bill of Material (BOM) pada dasarnya menggambarkan bagaimana sebuah produk jadi dibentuk dari kumpulan bahan baku, komponen, dan sub-assembly. Berikut Struktur Bill
1. Struktur Standar (Tree Structure/Pyramid Structure)
Struktur ini berbentuk piramida dengan produk akhir di bagian paling atas, lalu sub-assembly di tengah, dan komponen atau bahan baku di bagian bawah. Ciri khasnya, jumlah produk akhir relatif sedikit, sementara sub-assembly dan komponen jauh lebih banyak.
Produk jadi biasanya disimpan sebagai stok, sehingga strukturnya cocok untuk sistem produksi make-to-stock (MTS). Contohnya pada industri makanan kemasan, di mana komponen seperti bahan baku dan kemasan dirakit menjadi produk jadi untuk disimpan di gudang.
2. Struktur Modular (Bourglas Structure)
Struktur ini lebih fleksibel karena memungkinkan satu set sub-assembly digunakan untuk merakit banyak produk akhir yang berbeda. Posisi hierarkinya tetap sama (produk akhir di puncak, sub-assembly di tengah, komponen di bawah), tetapi jumlah produk akhir bisa lebih banyak dibandingkan sub-assembly.
Model ini sangat mendukung sistem produksi assemble-to-order (ATO), karena sub-assembly sudah tersedia dan tinggal dirakit sesuai pesanan pelanggan. Contohnya pada industri elektronik atau otomotif, di mana modul seperti mesin, dashboard, atau sistem audio bisa digunakan untuk berbagai tipe produk.
Cara Membuat Bill of Material (BOM)
Membuat BOM bukan hanya soal menyusun daftar bahan, tetapi juga memastikan struktur produk terdokumentasi dengan baik agar mendukung produksi, perencanaan material, dan pengendalian biaya. Berikut langkah-langkah umum yang biasanya dilakukan perusahaan:
1. Tentukan Produk Akhir
Langkah pertama adalah menetapkan produk apa yang ingin dibuat. Produk akhir ini akan menjadi item induk (parent item) dalam struktur BOM. Misalnya, sebuah sepeda, meja, atau perangkat elektronik.
2. Identifikasi Komponen dan Sub-Assembly
Daftar semua bahan baku, komponen, dan sub-assembly yang diperlukan untuk merakit produk akhir. Setiap komponen harus jelas, mulai dari material utama hingga detail kecil seperti baut atau kabel.
3. Susun Struktur Hierarki
Atur komponen dalam bentuk hierarki: produk akhir di level atas, sub-assembly di tengah, dan komponen atau bahan baku di level bawah. Untuk produk sederhana bisa menggunakan single-level BOM, sementara produk kompleks lebih tepat menggunakan multi-level/indented BOM.
4. Tentukan Detail Informasi Setiap Item
Untuk setiap komponen, lengkapi informasi penting seperti:
- Nomor part atau kode material.
- Deskripsi item.
- Jumlah (quantity) yang dibutuhkan.
- Satuan ukur (pcs, kg, m, liter).
- Jenis procurement (dibeli atau diproduksi sendiri).
- Catatan teknis bila diperlukan.
5. Gunakan Template atau Software
BOM bisa dibuat secara manual menggunakan Excel/Spreadsheet dengan format tabel. Namun, untuk produksi skala besar, lebih baik menggunakan software ERP atau sistem MRP yang mendukung BOM, sehingga data bisa terhubung langsung dengan inventaris, perencanaan produksi, hingga costing.
6. Review dan Validasi
Setelah BOM selesai disusun, lakukan pengecekan ulang bersama tim desain, produksi, dan pengadaan. Hal ini penting agar tidak ada material yang tertinggal atau salah spesifikasi. BOM yang tervalidasi akan menjadi acuan resmi dalam proses produksi.

Kesimpulan
Bill of Material (BOM) bukan hanya daftar bahan baku, melainkan fondasi penting dalam proses manufaktur. Dengan BOM, perusahaan dapat memastikan seluruh material, komponen, hingga sub-assembly tercatat rapi dalam struktur yang jelas, sehingga proses produksi lebih terencana, biaya lebih terkendali, dan kualitas produk tetap konsisten. Beragam jenis dan struktur BOM—baik berdasarkan fungsi departemen maupun cara penyajian data—memberikan fleksibilitas agar perusahaan dapat menyesuaikannya dengan kebutuhan operasional masing-masing.
Namun, pengelolaan BOM akan jauh lebih efektif jika terintegrasi dengan sistem modern seperti ERP. Software ERP membantu perusahaan meminimalisir kesalahan, mempercepat perencanaan material, dan mempermudah koordinasi lintas departemen. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana memilih software ERP yang tepat untuk mengelola Bill of Material dengan lebih efisien, Anda bisa konsultasi gratis dengan tim review-erp. Tim kami siap membantu merekomendasikan solusi terbaik sesuai kebutuhan bisnis Anda agar produksi berjalan lancar dan kompetitif di tengah persaingan industri.
Material Requirements Planning (MRP) dan Cara Kerjanya
Material Requirements Planning (MRP) sering kali menjadi penentu apakah sebuah perusahaan manufaktur bisa memenuhi permintaan pelanggan tepat waktu atau justru terjebak dalam kekacauan produksi karena kekurangan bahan baku. Tanpa sistem perencanaan ini, risiko terjadinya keterlambatan pengiriman, biaya produksi membengkak, hingga kehilangan kepercayaan pelanggan sangat besar.
Namun, dengan penerapan MRP yang tepat, perusahaan dapat mengubah ancaman tersebut menjadi solusi strategis, mulai dari memastikan ketersediaan material, mengoptimalkan stok, hingga menjaga kelancaran alur produksi agar tetap efisien dan kompetitif.
Apa itu Material Requirement Planning (MRP)?
Material Requirement Planning (MRP) adalah sebuah sistem perencanaan produksi yang dirancang untuk memastikan ketersediaan bahan baku, komponen, dan produk jadi sesuai dengan kebutuhan jadwal produksi. MRP bekerja dengan cara menghitung jumlah material yang diperlukan berdasarkan rencana produksi utama (Master Production Schedule/MPS), lalu menentukan kapan bahan tersebut harus dipesan atau diproduksi agar proses produksi tidak terhambat.
Sistem ini membantu perusahaan mengurangi risiko kekurangan stok, menghindari kelebihan persediaan, serta menjaga efisiensi biaya dan waktu dalam rantai pasok. Dengan demikian, MRP berperan sebagai alat strategis yang menghubungkan perencanaan permintaan dengan kebutuhan material secara akurat.
Manfaat Sistem Material Requirement Planning
- Perencanaan persediaan lebih akurat : MRP membantu perusahaan memastikan ketersediaan bahan baku sesuai kebutuhan produksi tanpa kelebihan stok yang membebani biaya gudang.
- Mengurangi risiko keterlambatan produksi : Dengan perhitungan kebutuhan material yang sistematis, perusahaan dapat meminimalisasi hambatan akibat kekurangan bahan.
- Efisiensi biaya operasional : Sistem ini mengoptimalkan jumlah pemesanan dan waktu pembelian sehingga biaya penyimpanan dan pemborosan material dapat ditekan.
- Meningkatkan produktivitas : Proses produksi berjalan lebih lancar karena aliran bahan baku dan komponen sesuai jadwal yang telah ditentukan.
- Meningkatkan kepuasan pelanggan : Ketepatan waktu produksi berdampak pada pengiriman produk yang lebih cepat dan tepat sesuai permintaan pasar.
- Dukungan pengambilan keputusan : MRP menyajikan data terstruktur yang membantu manajer dalam membuat strategi produksi, pembelian, maupun penjadwalan.
- Meminimalkan pemborosan : Sistem ini mengurangi risiko bahan baku rusak, kedaluwarsa, atau menumpuk tidak terpakai.
Baca juga: 5 Tahapan Produksi: Proses dan Indikator Keberhasilannya
Cara Kerja Sistem Material Requirement Planning
Dalam penerapan analisis Material Requirement Planning (MRP), perusahaan dapat melakukannya secara manual ataupun menggunakan perangkat lunak khusus. Secara umum, terdapat empat tahapan utama yang menjadi prosedur dasar dalam sistem MRP:

1. Proses Netting
Langkah pertama adalah netting, yaitu proses perhitungan kebutuhan bersih dengan cara mengurangkan kebutuhan kotor terhadap stok persediaan yang ada. Tahapan ini penting untuk mengetahui jumlah material yang benar-benar harus dipesan agar produksi tidak terhambat. Jika dilakukan secara manual, risiko kesalahan hitung cukup tinggi, sehingga penggunaan software dapat membantu menghasilkan perencanaan yang lebih akurat.
2. Proses Lotting (Lot Sizing)
Tahap kedua adalah lotting atau lot sizing, yakni menentukan kuantitas optimal dari setiap pesanan material. Proses ini tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan produksi, tetapi juga keterbatasan ruang penyimpanan dan biaya persediaan. Strategi lot sizing pun dapat berbeda-beda, misalnya menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) untuk menekan biaya atau Lot-for-Lot jika ingin menghindari penumpukan stok.
3. Proses Offsetting
Tahapan berikutnya adalah offsetting, yaitu menentukan kapan pemesanan material harus dilakukan agar kebutuhan bersih dapat dipenuhi tepat waktu. Proses ini memperhitungkan lead time dari pemasok maupun waktu yang dibutuhkan di internal perusahaan untuk memproses pesanan.
Dengan perhitungan yang tepat, offsetting mampu mencegah terjadinya kekurangan bahan (stockout) sekaligus menghindari pembelian terlalu dini yang berpotensi menambah biaya penyimpanan.
4. Proses Explosion
Langkah terakhir adalah explosion, yaitu perhitungan kebutuhan setiap komponen atau bahan berdasarkan struktur produk (bill of materials/BOM). Proses ini dilakukan setelah jadwal pemesanan dari offsetting tersusun, sehingga sistem dapat menghitung kebutuhan bahan dari level tertinggi hingga level terendah.
Tahap ini sangat krusial terutama bagi perusahaan manufaktur dengan produk kompleks, karena kesalahan dalam perhitungan explosion bisa berdampak besar pada kelancaran seluruh rantai produksi.
Komponen Dasar MRP
Dalam penerapan Material Requirement Planning (MRP), terdapat tiga komponen dasar yang menjadi fondasi utama agar sistem ini bisa berjalan efektif.
1. Master Production Schedule (MPS)
MPS atau jadwal induk produksi merupakan rencana yang menetapkan produk apa yang akan dibuat, jumlah yang dibutuhkan, serta kapan harus selesai diproduksi. Dokumen ini berperan sebagai panduan utama agar kegiatan produksi sesuai dengan permintaan pasar maupun pesanan pelanggan. Karena kondisi permintaan sering berubah, MPS biasanya diperbarui secara berkala untuk menghindari risiko kelebihan produksi atau keterlambatan pengiriman.
2. Bill of Materials (BOM)
BOM adalah daftar yang merinci seluruh bahan baku, komponen, hingga sub-rakitan yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit produk jadi. Struktur BOM biasanya berbentuk hierarki dari komponen utama hingga bagian terkecil.
Keberadaan BOM membantu perusahaan mengetahui hubungan antar-komponen dan jumlah material yang dibutuhkan. Pada produk yang kompleks, akurasi BOM sangat penting, sebab kesalahan kecil saja bisa mengacaukan perhitungan kebutuhan material secara keseluruhan.
3. Inventory Record
Inventory record merupakan catatan lengkap mengenai ketersediaan stok di gudang, meliputi jumlah yang tersedia, status pemesanan, lead time, hingga batas minimum persediaan. Data ini digunakan untuk menentukan kebutuhan bersih agar perusahaan dapat menghindari kekurangan maupun penumpukan bahan.
Dalam praktik modern, inventory record umumnya sudah terintegrasi dengan sistem atau software ERP sehingga pergerakan stok dapat dipantau secara real-time, membuat pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan akurat.
Perbedaan MRP dan ERP
Material Requirement Planning (MRP) adalah sistem yang fokus pada perencanaan kebutuhan material dalam proses produksi. Fungsinya terutama memastikan bahan baku dan komponen tersedia tepat waktu sesuai jadwal produksi, sehingga produksi berjalan lancar tanpa hambatan. MRP lebih spesifik digunakan di bidang manufaktur karena berhubungan langsung dengan persediaan, struktur produk (BOM), dan jadwal produksi.
Sementara itu, Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sistem yang cakupannya lebih luas, mencakup integrasi berbagai fungsi bisnis di perusahaan, mulai dari keuangan, penjualan, pemasaran, sumber daya manusia, rantai pasok, hingga manufaktur. ERP dapat dianggap sebagai pengembangan dari MRP, di mana perencanaan kebutuhan material tetap ada di dalamnya, namun ERP menambahkan modul-modul lain untuk mendukung pengelolaan bisnis secara menyeluruh.
| Aspek | Material Requirement Planning | Enterprise Resource Planning |
|---|---|---|
| Fokus Utama | Perencanaan material untuk produksi | Integrasi seluruh fungsi bisnis |
| Cakupan | Terbatas pada manufaktur saja seperti persediaan, BOM dan jadwal produksi | Lebih luas seperti keuangan, HR, penjualan, rantai pasok, manufaktur |
| Tujuan | Menjamin bahan baku tersedia tepat waktu untuk menudukung produksi | Menyelaraskan dan mengoptimalkan seluruh proses bisnis |
| Industri yang cocok | Manufaktur | Semua jenis seperti manufaktur, retail, jasa, distributor dan lain-lain |
| Komponen Utama | Master Production Schedule (MPS), Bill of material (BOM) dan Inventory Record | Modul-modul seperti finance, HR, sales, SCM, CRM termasuk MRP |
| Tingkat Integrasi | Spesifik pada proses produksi | Menyeluruh, lintas departemen dan fungsi bisnis |
| Keluaran Utama | Jadwal kebutuhan material dan rencana pembelian | Data real-time yang mendukung pengambilan keputusan strategi bisnis |
Indikator Keberhasilan Implementasi MRP
Keberhasilan penerapan Material Requirement Planning (MRP) tidak hanya dilihat dari kehadiran sistemnya, tetapi dari hasil nyata yang dirasakan dalam proses produksi dan pengelolaan persediaan. Untuk memastikan implementasi berjalan efektif, perusahaan perlu memantau indikator kinerja yang relevan dan terukur.
- Peningkatan Akurasi Perencanaan Produksi
MRP dianggap berhasil jika rencana produksi lebih konsisten dan tidak lagi sering mengalami perubahan mendadak. - Penurunan Tingkat Stockout Material
Ketersediaan material menjadi lebih stabil, sehingga proses produksi tidak terganggu akibat kekurangan bahan. - Penurunan Inventory Berlebih (Excess Stock)
Stok dapat terjaga pada level optimal, sehingga biaya penyimpanan dan dead stock menurun signifikan. - Peningkatan Rasio On-Time Delivery (OTD)
Semakin tinggi tingkat ketepatan waktu pengiriman ke pelanggan, semakin baik kinerja sistem MRP dalam mendukung produksi. - Meningkatnya Inventory Turnover
Perputaran persediaan semakin cepat sebagai tanda bahwa stok lebih efisien dan tidak mengendap terlalu lama. - Penurunan Lead Time Produksi dan Procurement
Waktu pemrosesan produksi dan pengadaan material menjadi lebih singkat karena alur kebutuhan material lebih jelas. - Penurunan Tingkat Overtime dan Biaya Operasional
Proses produksi lebih terencana, sehingga kebutuhan lembur dapat ditekan dan biaya operasional lebih efisien. - Peningkatan Tingkat Kualitas Produk
Dengan material yang tersedia tepat waktu dan sesuai spesifikasi, defect dan rework dapat berkurang. - Peningkatan Efektivitas Purchasing dan Supplier Collaboration
Hubungan dengan pemasok membaik karena jadwal pembelian lebih teratur dan terprediksi. - Peningkatan Kepuasan Pelanggan
Pelayanan yang lebih tepat waktu dan kualitas produksi yang stabil berdampak langsung pada pengalaman pelanggan.
Tips Memilih Sistem MRP yang Tepat
Sebelum menentukan sistem MRP, ada beberapa aspek penting yang perlu Anda evaluasi agar implementasinya benar-benar mendukung kebutuhan perusahaan:
- Pahami skala bisnis dan kompleksitas operasi Anda
Periksa apakah Anda membutuhkan sistem sederhana untuk manufaktur dasar atau sistem yang mampu menangani banyak SKU, BOM kompleks, dan multi-lokasi. - Tentukan kebutuhan fungsional utama
Misalnya: perencanaan bahan baku, manajemen stok, scheduling produksi, integrasi dengan purchasing, dan kemampuan pelaporan. - Perhatikan kemudahan penggunaan dan adopsi di tim
Sistem yang user-friendly dan mudah dipahami akan lebih cepat diadopsi oleh tim produksi atau gudang sehingga manfaat MRP dapat tercapai. - Cek fleksibilitas dan skalabilitas sistem
Pastikan software bisa tumbuh seiring berkembangnya bisnis, baik dari segi volume produksi, jenis produk, maupun ekspansi lokasi. - Kemampuan integrasi dengan sistem lain (ERP, SCM, CRM, keuangan)
Karena MRP biasanya bukan satu-satunya sistem, integrasi penting untuk menghindari data silo dan duplikasi data antar departemen. - Sesuaikan dengan konteks lokal (jika perusahaan berada di Indonesia) Misalnya dukungan bahasa, regulasi, pajak, dan proses logistik/pengadaan lokal agar implementasi lebih mulus.

Kesimpulan
Material Requirement Planning (MRP) merupakan sistem penting yang membantu perusahaan manufaktur memastikan ketersediaan material, mengoptimalkan persediaan, serta menjaga kelancaran produksi agar tetap efisien. Dengan memahami manfaat, cara kerja, komponen dasar, serta perbedaan MRP dan ERP, perusahaan dapat melihat bahwa MRP bukan sekadar alat teknis, melainkan strategi yang berpengaruh langsung terhadap kepuasan pelanggan dan daya saing bisnis.
Namun, setiap perusahaan memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, memilih sistem ERP yang tepat untuk mendukung implementasi MRP menjadi langkah strategis agar semua proses berjalan lebih terintegrasi dan akurat. Untuk mendukung implementasi MRP yang efektif, pemilihan sistem ERP yang tepat menjadi faktor strategis. Beberapa brand ERP populer yang menawarkan fitur MRP canggih di antaranya SAP S/4HANA dan Acumatica dengan fitur seperti MRP Live, MRP Cockpit, analitik real-time.
Untuk membantu Anda menemukan solusi terbaik, konsultasikan kebutuhan bisnis Anda dengan konsultan Review-ERP. Dengan bimbingan profesional, Anda bisa lebih mudah menentukan sistem ERP yang sesuai dan mampu mengoptimalkan MRP di perusahaan.
FAQ
Master Production Schedule (MPS) & Contoh Penggunaanya
Master Production Schedule (MPS) sering menjadi titik kritis dalam dunia manufaktur, karena tanpa perencanaan produksi yang terstruktur, perusahaan bisa menghadapi masalah serius seperti keterlambatan pengiriman, penumpukan stok yang menguras biaya, hingga kehilangan pelanggan akibat permintaan yang tidak terpenuhi. Ketakutan terbesar bagi banyak bisnis adalah melihat peluang pasar hilang hanya karena sistem produksi tidak terarah.
Di sinilah MPS hadir sebagai solusi, memberikan panduan jelas tentang apa yang harus diproduksi, kapan waktunya, dan berapa jumlah yang ideal sehingga perusahaan dapat menyeimbangkan kapasitas produksi dengan kebutuhan pasar secara efisien.
Apa itu Master Production Schedule?
Master Production Schedule (MPS) adalah sebuah perencanaan induk produksi yang menjadi panduan utama bagi perusahaan manufaktur dalam menentukan jenis produk, jumlah yang harus diproduksi, serta waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan menggunakan data dari bill of material (BOM) untuk mengidentifikasi kebutuhan bahan baku dan jadwal penerimaannya.
Jadwal ini berfungsi sebagai titik temu antara tim penjualan dan bagian produksi, sehingga kebutuhan pasar dapat dipenuhi secara optimal oleh lini produksi. Pada sistem ERP manufaktur terkini, MPS terintegrasi langsung dalam modul Advanced Planning and Scheduling (APS) sebagai elemen penting dalam perencanaan produksi.
Perbedaan MPS dan MRP
Dalam dunia manufaktur, sering kali perusahaan bingung membedakan antara Master Production Schedule (MPS) dan Material Requirements Planning (MRP), padahal keduanya memiliki peran penting namun fokus yang berbeda dalam perencanaan produksi.
| Aspek | Master Production Schedule | Material Requirement Planning |
|---|---|---|
| Fokus | Produk jadi (finished goods) | Bahan baku, komponen dan sub-assembly |
| Input | Forcast permintaan, order pelanggan dan kapasitas | Output dari MPS, BOM dan stock gudang |
| Output | Jadwal induk produksi | Jadwal kebutuhan material dan pembelian |
| Tingkat Perencanaan | Strategis / Taktis (jangka menengah) | Oprasional (jangka pendek & detail) |
| Orientasi | Customer demand | Resource & aterial supply |
Komponen Master Production Schedule
- Forecast Permintaan (Demand Forecast)
Perkiraan jumlah permintaan produk berdasarkan data historis, tren pasar, dan proyeksi penjualan. Forecast ini menjadi dasar penyusunan jadwal produksi, meskipun nantinya tetap disesuaikan dengan pesanan aktual.
- Pesanan Pelanggan (Customer Orders)
Data pesanan nyata dari pelanggan yang harus dipenuhi sesuai tanggal pengiriman. Informasi ini sering menjadi prioritas dalam MPS karena sifatnya firm order (pesanan pasti).
- Level Persediaan (Inventory Level)
Jumlah stok produk jadi atau barang setengah jadi yang tersedia di gudang. Data ini penting agar perusahaan tidak memproduksi berlebihan ataupun kekurangan.
- Lead Time Produksi (Production Lead Time)
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk, mulai dari proses produksi hingga siap dikirim. Lead time memengaruhi kapan jadwal produksi harus dimulai.
- Lot Size atau Batch Size
Kuantitas minimum atau jumlah optimal produk yang diproduksi dalam satu kali proses produksi. Hal ini mempertimbangkan efisiensi mesin, biaya setup, dan kebutuhan pasar.
- Available-to-Promise (ATP)
Jumlah produk yang masih tersedia untuk dijanjikan ke pelanggan baru setelah dikurangi pesanan yang sudah masuk. Komponen ini penting agar perusahaan tidak menjanjikan pengiriman yang tidak realistis.
- Horizon Perencanaan (Planning Horizon)
Rentang waktu yang dicakup oleh MPS, biasanya mingguan atau bulanan, yang menyesuaikan dengan karakteristik industri.
Jadi, MPS bukan sekadar jadwal produksi, melainkan sebuah sistem yang mengintegrasikan forecast, order aktual, kapasitas, stok, dan waktu agar alur produksi berjalan efisien dan seimbang dengan kebutuhan pasar.
Manfaat dari Master Production Schedule
- Mengurangi Risiko Kekurangan atau Kelebihan Stok : Perusahaan mampu menyeimbangkan antara permintaan pasar dengan kapasitas produksi, sehingga terhindar dari kerugian akibat stockout dan dead stock maupun biaya tinggi karena overstock.
- Meningkatkan Kepuasan Pelanggan : Jadwal produksi yang jelas membantu perusahaan memenuhi pesanan pelanggan tepat waktu, sehingga meningkatkan kepercayaan dan kepuasan mereka.
- Optimalisasi Kapasitas Produksi : MPS memperhitungkan kapasitas mesin, tenaga kerja, dan waktu produksi sehingga perusahaan dapat memaksimalkan penggunaan sumber daya yang ada tanpa terjadi bottleneck.
- Mendukung Perencanaan Material (MRP) : Output dari MPS menjadi input bagi sistem Material Requirements Planning. Artinya, MPS membantu menentukan kapan dan berapa banyak material yang perlu dipesan agar produksi berjalan lancar.
- Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi : Dengan perencanaan yang lebih akurat, perusahaan dapat mengurangi biaya lembur, biaya penyimpanan, serta meminimalkan pemborosan bahan baku.
- Memberikan Dasar untuk Keputusan Strategis : MPS menyediakan data konkret terkait kapasitas, permintaan, dan stok. Data ini bisa digunakan manajemen untuk mengambil keputusan penting seperti ekspansi produksi, investasi mesin baru, atau strategi distribusi.
- Transparansi dan Kolaborasi Antar Departemen : Adanya jadwal induk produksi membuat bagian produksi, gudang, pembelian, hingga penjualan memiliki pandangan yang sama tentang rencana perusahaan. Hal ini memperlancar koordinasi antar tim.
Proses Alur MPS
Master Production Schedule (MPS) berfungsi sebagai penghubung penting antara proyeksi permintaan pasar dan perencanaan kebutuhan material. Proses ini mengubah estimasi permintaan menjadi rencana produksi yang detail dengan mempertimbangkan kapasitas pabrik, ketersediaan stok, serta lead time produksi. Berikut Alur proses MPS :

1. Peramalan Permintaan (Demand Forecasting)
Tahapan pertama adalah membuat estimasi permintaan di masa depan. Proyeksi ini biasanya didasarkan pada data historis penjualan, tren pasar, pesanan aktual dari pelanggan, hingga faktor eksternal seperti musim, kondisi ekonomi, atau strategi kompetitor. Peramalan yang akurat sangat penting karena menjadi dasar perencanaan produksi berikutnya.
2. Penyusunan Jadwal Induk Produksi (Master Production Scheduling)
Setelah permintaan diperkirakan, MPS merumuskan rencana produksi yang realistis. Pada tahap ini, perusahaan mempertimbangkan kapasitas mesin, ketersediaan tenaga kerja, inventaris yang ada, serta waktu produksi yang dibutuhkan. Outputnya berupa jadwal produksi yang menetapkan berapa banyak produk harus dibuat pada periode tertentu untuk memastikan pasokan selalu seimbang dengan kebutuhan pasar tanpa menimbulkan biaya berlebih.
3. Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirements Planning – MRP)
Rencana produksi dari MPS kemudian diuraikan lebih detail melalui sistem MRP. Di sini, setiap produk dipecah menjadi kebutuhan bahan baku, komponen, atau sub-assembly yang diperlukan. MRP juga memperhitungkan waktu tunggu (lead time), safety stock, dan aturan pemesanan sehingga perusahaan tahu kapan dan berapa jumlah material yang harus dibeli atau diproduksi.
4. Pengadaan dan Eksekusi Produksi
Setelah kebutuhan material jelas, bagian pengadaan memastikan bahan tersedia tepat waktu. Proses produksi kemudian berjalan mengikuti jadwal MPS. Tahapan ini sangat krusial karena menentukan tercapainya target output sekaligus menjaga agar proses berjalan efisien dan sesuai deadline.
5. Monitoring dan Pengendalian
Selama eksekusi, perusahaan terus memantau kesesuaian produksi dengan rencana MPS. Penyesuaian dapat dilakukan jika terjadi perubahan permintaan pasar, keterlambatan rantai pasok, atau hambatan produksi lainnya. Indikator yang biasanya dipantau meliputi efisiensi produksi, ketepatan waktu pengiriman, dan tingkat akurasi persediaan.
6. Siklus Umpan Balik (Feedback Loop)
Hasil dari monitoring akan dikembalikan ke sistem MPS sebagai masukan untuk perbaikan. Data yang dikumpulkan bisa berupa tingkat permintaan aktual, realisasi produksi, maupun status persediaan. Siklus umpan balik ini membuat MPS semakin adaptif dan memungkinkan perusahaan terus meningkatkan akurasi perencanaan di masa depan.
Model Peraturan Produksi yang Cocok untuk menerapkan MPS
MPS bisa diterapkan di berbagai lingkungan produksi, mulai dari yang berbasis stok, pesanan khusus, hingga kustomisasi massal. Intinya, sistem ini membuat produksi lebih terprediksi, efisien, dan selaras dengan kebutuhan pelanggan.
1. Make-to-Stock (MTS)
Dalam model MTS, produk diproduksi lebih dulu berdasarkan perkiraan permintaan pasar. MPS berfungsi untuk menyelaraskan rencana produksi dengan proyeksi penjualan sehingga perusahaan tidak mengalami kelebihan produksi ataupun kekurangan stok. Dengan begitu, persediaan lebih terkontrol dan pemborosan dapat dikurangi.
2. Make-to-Order (MTO)
Pada sistem MTO, produk baru diproduksi setelah ada pesanan dari pelanggan. MPS membantu perusahaan memastikan kapasitas produksi selalu siap sehingga pesanan bisa diselesaikan sesuai waktu yang dijanjikan tanpa menimbulkan keterlambatan.
3. Assemble-to-Order (ATO)
Dalam ATO, produk akhir dirakit berdasarkan permintaan pelanggan dari komponen yang sudah tersedia. MPS membantu memastikan semua bagian sudah siap ketika dibutuhkan, sehingga proses perakitan bisa berlangsung lebih cepat dan terorganisir.
4. Produksi Batch
Jika perusahaan menggunakan sistem produksi batch, MPS berperan penting dalam menentukan jumlah yang tepat serta urutan produksi setiap batch. Dengan begitu, proses produksi menjadi lebih efisien dan waktu yang terbuang untuk pergantian antar tugas bisa diminimalkan.
5. Penyesuaian Massal (Mass Customization)
Model ini menggabungkan keunggulan MTS dan MTO, di mana perusahaan memproduksi bagian standar dalam jumlah besar lalu menyesuaikannya sesuai pesanan individu. MPS membantu mengatur jadwal pembuatan bagian standar sekaligus mendukung proses kustomisasi akhir, sehingga produk dapat dipersonalisasi tanpa mengorbankan kecepatan dan efisiensi.
Contoh Penerapan MPS di Industri Manufaktur
Bayangkan sebuah perusahaan manufaktur otomotif di Indonesia yang memproduksi sepeda motor. Setiap bulan, perusahaan harus menyeimbangkan antara permintaan pasar, kapasitas produksi, dan ketersediaan material.
Peramalan Permintaan (Demand Forecasting)
Berdasarkan data penjualan tahun lalu dan tren pasar, perusahaan memperkirakan akan menjual 50.000 unit motor dalam satu kuartal. Estimasi ini menjadi dasar penyusunan jadwal produksi.
Penyusunan MPS
Perusahaan kemudian membagi target tersebut menjadi rencana produksi bulanan, misalnya:
Januari: 15.000 unit
Februari: 18.000 unit
Maret: 17.000 unit
Rencana ini sudah memperhitungkan hari kerja, kapasitas mesin, serta tenaga kerja yang tersedia.
Integrasi dengan MRP (Material Requirements Planning)
Dari jadwal produksi, sistem MRP menghitung kebutuhan material seperti jumlah mesin, ban, rangka, hingga suku cadang lain. Misalnya, untuk 50.000 motor, perusahaan butuh 200.000 ban (karena 1 motor = 2 ban).
Pengadaan dan Produksi
Tim pengadaan mulai melakukan pemesanan material kepada pemasok, sementara lini produksi mempersiapkan jadwal kerja sesuai MPS. Hal ini memastikan tidak ada penundaan akibat kekurangan bahan.
Monitoring & Penyesuaian
Jika tiba-tiba ada peningkatan permintaan di bulan Februari karena promo, perusahaan dapat menyesuaikan MPS dengan menambah kapasitas lembur atau produksi di lini tertentu.
Penerapan MPS tidak hanya relevan untuk otomotif, tetapi juga di industri farmasi (misalnya menentukan jumlah produksi obat berdasarkan musim flu), makanan & minuman (produksi minuman kaleng menjelang Ramadan dan Lebaran), maupun elektronik (mengantisipasi permintaan gadget menjelang akhir tahun).
Software yang Tepat untuk Membantu Penerapan MPS
Penerapan Master Production Schedule (MPS) membutuhkan sistem yang mampu mengintegrasikan peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, pengelolaan inventaris, hingga pengadaan bahan baku. Tanpa dukungan software, MPS sulit dijalankan secara akurat karena prosesnya sangat bergantung pada data real-time dan koordinasi lintas departemen.
1. ERP (Enterprise Resource Planning)
ERP menjadi pilihan utama untuk mendukung MPS karena mampu menghubungkan seluruh fungsi bisnis, mulai dari produksi, pengadaan, inventaris, hingga penjualan. Beberapa Software ERP populer untuk mendukung MPS antara lain:
- SAP S/4HANA → unggul dalam skala enterprise global dengan analitik real-time.
- Oracle NetSuite → cocok untuk perusahaan menengah hingga besar dengan kebutuhan cloud ERP.
- Microsoft Dynamics 365 → fleksibel dengan integrasi penuh ke ekosistem Microsoft.
- Infor CloudSuite Industrial (SyteLine) → kuat di manufaktur dengan kompleksitas tinggi.
- QAD & IFS → populer di sektor manufaktur global yang butuh ketepatan perencanaan produksi.
Dengan ERP, perusahaan dapat menyusun MPS yang otomatis terhubung ke MRP (Material Requirement Planning) sehingga transisi dari perencanaan permintaan ke kebutuhan bahan berjalan lancar.
2. APS (Advanced Planning & Scheduling System)
Untuk manufaktur dengan proses sangat kompleks, APS bisa menjadi solusi tambahan. Software ini memberikan visibilitas detail ke kapasitas produksi, meminimalisir bottleneck, serta mengoptimalkan jadwal produksi secara real-time.
3. Software Manufaktur Khusus
Selain ERP dan APS, terdapat software manufaktur khusus yang dirancang untuk menangani kebutuhan spesifik di lantai produksi. Software ini berfokus pada pengendalian kualitas, pemantauan mesin (machine monitoring), manajemen shop floor, hingga traceability bahan baku dan produk jadi.

Kesimpulan
Master Production Schedule (MPS) merupakan elemen krusial dalam dunia manufaktur karena berfungsi sebagai penghubung antara permintaan pasar, kapasitas produksi, ketersediaan bahan baku, serta strategi penjualan. Dengan MPS, perusahaan dapat merencanakan apa yang harus diproduksi, kapan diproduksi, dan dalam jumlah berapa secara lebih akurat. Hal ini membantu mengurangi risiko kelebihan maupun kekurangan stok, meningkatkan kepuasan pelanggan melalui pengiriman tepat waktu, serta mendukung pengambilan keputusan strategis berbasis data nyata.
Namun, agar MPS berjalan optimal, perusahaan membutuhkan dukungan software yang terintegrasi, terutama sistem ERP dengan modul perencanaan produksi. Pemilihan software yang tepat akan membuat transisi dari peramalan permintaan ke kebutuhan material menjadi lebih efisien dan minim kesalahan.
Jika Anda sedang mempertimbangkan penerapan ERP yang sesuai untuk mendukung MPS di bisnis Anda, tim Review-ERP siap membantu dengan analisis mendalam dan rekomendasi software terbaik yang paling cocok untuk kebutuhan perusahaan manufaktur Anda.
